Rencana Audiensi LMR-RI Komda Pasuruan dengan DPRD Terkait Penutupan Lokalisasi Gempol 9 Gagal karena Legalitas Dipertanyakan

Rencana Audiensi LMR-RI Komda Pasuruan dengan DPRD Terkait Penutupan Lokalisasi Gempol 9 Gagal karena Legalitas Dipertanyakan
Pasuruan,kabar99news.com,— Rencana audiensi yang diajukan Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia (LMR-RI) Komda Pasuruan kepada Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan pada Senin (7/7/2025), gagal mencapai pembahasan substansi. Audiensi yang sedianya membahas keresahan masyarakat terkait aktivitas di kawasan lokalisasi Gempol 9 (G9), terpaksa terhenti karena LMR-RI tidak dapat menunjukkan bukti legalitas kelembagaan secara sah.
Pertemuan yang digelar di Ruang Gabungan DPRD Kabupaten Pasuruan tersebut sejatinya telah mendapat disposisi Ketua DPRD dan turut dihadiri berbagai instansi seperti Satpol PP, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Muspika Gempol, serta Kepala Desa Ngerong. Dari pihak LMR-RI hadir Ketua Burhanudin, Sekretaris Prima Afandi, dan Wakil Ketua Anif Rospi’i.
Dalam pemaparannya, Sekretaris LMR-RI, Prima Afandi, menyoroti maraknya aktivitas yang tidak sesuai izin di kawasan G9. Ia menyinggung keberadaan ruko-ruko yang awalnya mendapat izin usaha melalui sistem OSS untuk menjual makanan dan minuman ringan, namun belakangan dialihfungsikan menjadi tempat hiburan malam, karaoke, dan bahkan menyediakan jasa LC (Ladies Companion).
Ia juga mengingatkan DPRD soal Perda No. 10 Tahun 2009, agar mendesak pemerintah kabupaten hingga tingkat desa untuk bertindak tegas dalam mengawasi peredaran minuman beralkohol dan membatasi izin keramaian yang menyediakan miras. “Kami mendesak penegakan perda secara konsisten untuk menjaga moralitas masyarakat,” ujar Prima tegas.
Tak hanya itu, LMR-RI juga menyoroti insiden pengeroyokan terhadap salah satu anggotanya oleh oknum TNI, Polri, dan preman di area G9 yang kini tengah diproses di Polres Pasuruan. Mereka meminta DPRD ikut membantu memfasilitasi penyelesaian kasus tersebut.
Namun, suasana audiensi mulai memanas ketika Ketua Komisi I DPRD, Rudi Hartono, mempertanyakan legalitas badan hukum LMR-RI. “Ini forum resmi. Kami tidak melarang siapa pun menyampaikan aspirasi. Tapi untuk lembaga, kami ingin memastikan status hukumnya dulu,” tegas Rudi.
Ketegangan semakin tinggi ketika perwakilan LMR-RI menunjukkan kartu anggota dengan label “intelijen”, yang justru menimbulkan keraguan dan kontroversi di kalangan anggota dewan. Karena tidak dapat menunjukkan dokumen resmi legalitas, beberapa anggota DPRD memilih keluar dari ruang rapat sebagai bentuk protes.
Menanggapi insiden tersebut, Rudi Hartono menegaskan bahwa DPRD tetap membuka pintu bagi siapapun untuk menyampaikan aspirasi. Namun, ia mengingatkan bahwa audiensi kelembagaan harus disertai kesiapan administratif. “Ini jadi pelajaran penting bagi masyarakat maupun aktivis. Audiensi harus diajukan dengan persiapan matang, termasuk legalitas resmi lembaga,” pungkasnya.
Dengan insiden ini, pembahasan terkait dugaan penyalahgunaan izin di Gempol 9 dan usulan penutupan kawasan tersebut belum dapat ditindaklanjuti. Pihak DPRD menyatakan akan menunggu pengajuan ulang yang memenuhi persyaratan secara formal dan sah.